SENJA
“Asmaraloka membuat koushik menjadi amerta, biarlah ini semua menjadi harsa yang tumbuh menjadi renjana, dengan nawasena yang terus terbayang sambil menikmati senja.”
Hujan terus turun dengan langit yang gelap. Aku duduk sembari menyenderkan kepalaku ke jendela. Aku termenung menatap derasnya hujan di luar. “Aku lebih suka senja,” gumamku.
Mataku beralih melihat anak-anak yang sedang bermain di luar tanpa memedulikan hujan yang deras, padahal mereka bisa sakit. Senyum yang terus terlihat dan tawa yang begitu bahagia terdengar di telingaku. “Mereka terlihat bahagia.” Aku sedikit sebal dengan anak-anak itu, tapi aku juga merasa ikut senang melihatnya. “Paling, nanti juga mereka akan menangis karena demam.” Namun, aku tak bisa menghentikan mereka begitu saja, aku tak mau melihat mereka sedih.
“Kenapa anak-anak banyak yang lebih suka hujan? Padahal senja lebih indah, dan hujan bisa bikin sakit,” tanyaku entah pada siapa. Aku terus membanding-bandingkan senja dengan hujan.
Tak lama hujan pun reda. Aku segera bangkit berdiri. Aku tersenyum senang. Kulihat di luar, anak-anak yang tadi sudah tak ada. Syukurlah, dari pada nanti aku mendengar tangisan mereka yang keras.
Aku melirik ke arah jam. “Ah, sebentar lagi matahari terbenam.” Aku beranjak pergi keluar dari kamarku. Aku mengambil jaketku, dan langsung pergi keluar.
Biasanya, saat sore hari, di sekitar rumahku akan ramai. Karena rumahku tak jauh dari pantai. Aku menjadwalkan setiap Minggu untuk pergi ke pesisir pantai, untuk menikmati sunrise dan sunset. Sebenarnya, aku adalah salah satu orang yang sangat menyukai senja. Bisa dibilang, aku itu penggemar berat senja garis keras. Menurutku, apapun yang berhubungan dengan senja itu sangatlah menarik.
Aku berhenti sejenak dan mendatangi salah satu pedagang kaki lima. “Pak! Saya beli satu!” ucapku dengan sedikit berteriak. Di sini sangatlah ramai dan berisik. Aku sangat membenci keramaian. Tapi, demi jajanan yang paling aku favorit, aku rela menunggu di tengah keramaian seperti ini.
Untungnya, pesananku selesai dengan cepat. Jadi, aku tak perlu menunggu terlalu lama. “Benci banget, orang-orang di sana ngerepotin.” Aku terus mengomel di tengah perjalanan.
Aku telah sampai di pesisir pantai. Aku melihat ke arah jam tangan milikku. Masih ada sekitar tiga puluh menit lagi untuk menunggu adanya senja. Saat sore hari, di sini akan terasa sangat damai. Berbeda jauh dengan keadaan di siang hari yang sangat berisik karena anak-anak. Aku sangat ingin berterima kasih kepada para orang tua yang selalu melarang anak kecil bermain saat matahari terbenam. Pengunjung di sini, datang di sore hari karena banyak yang ingin menikmati senja sepertiku.
Sembari menunggu, aku terus membayangkan segala kenangan yang ada di sini. Senyumku terukir. Setiap datang ke sini, aku selalu menangis. Tempat ini penuh kenangan.
Sekarang senja telah tiba. Aku menikmati indahnya senja dan memotretnya. Aku terbayang akan masa depanku yang cerah. Ah, pasti akan sangat indah. Iya, sih. Itu memang mimpi, tapi semoga saja menjadi kenyataan.
Air mataku tiba-tiba menetes. Mengalir deras membasahi wajahku. Tak terasa semua harsa telah menjadi renjana yang menimbulkan air mata. Semua masa lalu terbayang di otakku. Berkat usaha, kekuatan, dan kepercayaan diri, aku berhasil melewati semuanya. Ingin memotret senja lagi, tapi air mata membuatku tak kuat melakukannya. Aku mengelap air mataku dengan kasar. Tapi air mataku seakan tak mau berhenti turun. Aku semakin sesenggukan.
Dulu, aku ke sini karena ingin menenangkan diri karena masalah yang terus menimpaku. Aku ke sini saat masih di tengah-tengah masalah. Sekarang, aku ke sini dengan keberhasilan. Dulu, aku ke sini dengan orang tua dan adikku. Aku ke sini dengan tawa bahagia. Sekarang, aku ke sini dengan air mata.
“Gak ada mimpi yang terlalu kecil untuk dikejar.” Kata-kata itu selalu aku pegang sebagai motivasi untukku. Meski aku terkadang selalu ingin berhenti dan menyerah, tapi kata-kata itu membuatku bangkit kembali. Aku benar-benar tak menyangka semuanya bisa aku lewati. Impianku membuat karya cerita yang dikenal dan bisa memotivasi banyak orang, dan impian untuk masuk ke dunia perkuliahan, akhirnya tercapai. Mimpiku akhirnya benar-benar tercapai.
Dulu, banyak sekali orang-orang yang menentang impianku. Mereka bilang, mimpiku itu tak cocok denganku. Mereka bilang, aku terlalu lemah untuk menggapai mimpiku. Namun aku tak peduli dengan perkataan mereka. Memangnya mereka siapa? Aku bisa membuktikan kalau aku itu bisa. Sekarang aku bisa membuktikan semuanya.
Tangisanku mereda. Langit mulai gelap. Aku berdiri dan segera pulang. Saat sampai di rumah, aku langsung ke kamar dan membanting tubuhku ke kasur. Aku mulai merenung.
“Terus kejar mimpimu, Nak. Jangan pedulikan yang orang-orang bilang. Cukup fokus dengan impianmu itu aja.” Itu pesan ibuku sebelum wafat. Aku memang tak pernah memedulikan apa yang orang-orang bilang. Cukup aku simpan, dan aku jadikan itu semua sebagai semangat untukku.
Ibuku banyak berpesan saat beliau masih ada. Ada satu perkataan yang membuat aku mengeluarkan air mata kembali. “Jika kamu menyayangi orang lain, maka cintai dan sayangi diri kamu sendiri dulu, ya. Nak, suatu saat, jika kamu bisa sukses, kamu berhasil, kamu bisa menggapai impianmu, ibu bakal ngebanggain kamu ke semua orang. Ibu bakal teriak bangga sama kamu.” Ibuku berkata seperti itu. Tapi besoknya, ibuku tiada.
Aku … rindu ibu. Memang benar, harsa akan tumbuh menjadi renjana. Aku menatap satu foto, di dalamnya ada ayah, ibu, dan adik. Itu foto bersama yang terakhir. Kami berfoto di pesisir pantai yang aku kunjungi tadi, tepat saat senja.
Aku mengambil foto itu, dan mengusapnya. “Yah … Bu … liat, liat kakak, kakak bisa sukses, kakak bisa.” Aku mengatakannya sembari menangis.
Ah, aku menangis lagi. Aku memang cengeng. Tak ingin menangis lagi, aku pun menyimpan foto itu dan duduk terdiam.
Setelah reda, aku beranjak dari kasurku dan bersiap untuk segera tidur. Karena besok akan banyak kegiatan yang menyibukkan aku.
Kebiasaanku selalu melamun sebelum tidur. Jika tidak, aku takkan bisa tertidur. Aku berharap, besok adalah hari yang sangat baik. Lebih dari hari ini. Tapi, aku manusia, hanya bisa berharap. Tak ada yang tau, besok akan menjadi hari yang paling baik atau buruk.
Aku mulai mengantuk. Aku menutup kedua mataku dan terlelap.
Selamat malam~
bagus bangett ceritanya, btw aku juga penyuka senja 👍🏻